Laman

Minggu, 26 September 2010

A Memory of Nasi Bungkus

Beberapa hari terakhir ini, gue punya menu makan siang permanen :


Yep, bener. Nasi bungkus !!!
Hampir saban hari, makan siang yang gue hadepin adalah nasi bungkus. Awalnya sih fine-fine aja, tapi lama-kelamaan, gue sewot juga, kalo tiap pulang sekolah, gue nanya sama nyokap, "MAH, ADA MAKANAN APA NEEH ?" pasti nyokap selalu jawab: "ITU ADA NASI BUNGKUS. MAKAN AJA." Gubrak. Rasanya gue pengen masukin kepala gue ke akuarium ikan arwana gue, biar gue mati kena patil arwana, ketimbang gue makan nasi bungkus. Kayaknya, karena overdosis nasi bungkus (emang ada yg gituan?), muka gue udah mirip sama tukang nasi bungkus langganan nyokap, hitam, rambut cepak, dengan kumis yang sama lebetnya kayak bulu ketek gue.

Ngomong2 soal nasi bungkus, tiap gue makan nasi bungkus, gue jadi inget pengalaman ngehe yg gue alami bersama temen gue.Begini awal mula kisahnya....

Waktu itu gue masih kelas satu SMA. Hari itu, kalo nggak salah hari Jumat, sehabis solat Jumat (sekolah gue selalu mewajibkan muridnya solat jumat di sekolah), gue, dan dua temen gue, Ican dan Acun (nama asli Ade), diundang oleh temen gue yang laen, Arif, untuk dateng ke acara menyambut Ramadhan bapaknya. Makan-makan. Sebagai anak-anak muda yang perlu nutrisi banyak dan gratis agar otak kita cerdas, gue, ican, dan acun sudah pasti tidak akan menolak.

Kami bertiga langsung pergi ke kantor bapaknya Arif. Bapaknya arif ini, om Hendro, adalah pemimpin perusahaan air mineral Mawaddah. Kantornya gak berapa jauh dari sekolah (ngehe, kantornya gede sangar. Kandang kambing gue aja nggak segede ini), jadi dengan cepet, kami sampai.
Rupanya bokapnya arif gak cuma ngundang temen-temen sejerawatjawatnya, tapi beliau juga ngundang anak anak yatim dari pondok pesantren. Jadilah gue, ican, acun, dan arif duduk diantara para tamu undangan ini.

Setelah mendengar segala tetek sapi bengek di pembukaan, makanan pun dibagikan, yang tak lain dan tak bukan adalah makanan ajaib, NASI BUNGKUS. Kami berempat makan sekenyangnya. Nah, pas acara makan inilah, terjadi peristiwa ngehe. Kami berempat makannya di lorong tempat jalan orang, dan suatu waktu ada salah seorang tamu, ibu-ibu, dari tampang kayaknya sih temennya om Hendro, melintasi kami. Terjadi dialog:

Kami berempat: nyam...nyam...nyam (dianalogikan sbg suara orang yg lagi makan)
Ibu2: misi, mas. Mau lewat
ican: oh iya. Silahkan tante...

si ibu memandangi ican sejenak, lalu melontarkan pertanyaan yang paling mengguncang kejiwaan ican: MAS INI DARI PESANTREN MANA ??

Ican melongo. Nggak nyangka bakal disangka sebagai salah satu anak yatim yg diundang (herannya, cuma ican yg ditanyain). Ibu itu menunggu jawaban, tapi karena ican cuma melongo, ibu itu pergi sambil lalu, paling dia nganggep ican adalah anak cacat mental yang numpang makan. Coba ican ngejawab pertanyaan si ibu, "SAYA DARI PESANTREN KILAT, BU," pasti bakal laen ceritanya. Gue, yang ada di samping ican, dan mendengar dengan jelas percakapan dua insan konyol ini, langsung ngekek sampe-sampe gue dikira keracunan nasi bungkus, setelah ibu-ibu sarap itu cabut. Ican cuma bisa masang tampang kecut.

Pas pulang, gue yang nebeng ican, langsung mendengar sumpah serapahnya.

Ican: sarap kali ya ped, itu ibu. Orang jelas2 gue pake seragam pramuka, masih ditanya 'dari pesantren mana  dek ?'
Gue: ya, lo ada tampang jadi anak yatim sih can . . .
Ican: anjing . . .    

Tampaknya kejadian itu amat berpengaruh terhadap kondisi batin ican. Sejak saat itu, ican jadi sering masang tampang melas sambil ngomong, "kasian pak, bu, saya anak yatim." Dia juga jadi sering maen ujan-ujanan, dan dibawah ujan dia sering berteriak "JADI AKU INI ANAK SIAPAA ?!!" Oke, gue jadi ngelantur.

Huh, ican-ican, untung pacar lo nggak tau. Andai pacar lo tau, dia dan ortu-nya pasti bakal sibuk, nyiapin duit zakat fitrah tiap lebaran buat lo. Hhahahaahahaa . . .
Peace

Ada udang dibalik batu 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

hayoo, kalo komen yang sopan yaa